Sejarah
Indonesia merupakan negeri yang penduduknya mayoritas muslim, bahkan sampai saat ini penduduk muslim di Indonesia merupakan populasi terbanyak di dunia (Arifin, 2003:6) Nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia yang sering disebut dengan budaya ketimuran sesungguhnya memiliki sejumlah tata nilai yang baik, dan dapat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Terlebih lagi kalau didasari atas nilai-nilai agama yang sangat lengkap dan sempurna. Namun
, budaya yang datang dari barat akibat globalisasi membuat nilai-nilai itu lambat laun terus terkikis. Risman dalam Republika (8 Februari 2008) mengungkapkan bahwa saat ini moral agama di kalangan anak didik telah terkikis dan era layar telah banyak mendominasi dunia anak - anak. Masih menurutnya degradasi moral seperti rayap yang terus menggerogoti setiap kayu yang menjadi perusak bagi penyangga bangsa ini.
Saat ini tampak ada gejala di kalangan anak muda khususnya, bahkan juga pada orang tua yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai-nilai moral dalam tatakrama pergaulan, padahal hal tersebut sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab. Jika diperhatikan fenomena yang terjadi di era reformasi dewasa ini, seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, seperti perkelahian masal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum, penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-kantor pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan keresahan pada masyarakat.
Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi krisis akhlak tersebut agar tidak berkepanjangan. Hal yang paling penting untuk mengatasi berbagai masalah tersebut adalah pendidikan, baik yang dilakukan di rumah, sekolah maupun pesantren.
Pendidikan sangat berpengaruh besar dalam mengubah sikap mental dan perilaku manusia. Dengan Pendidikan perilaku-perilaku negatif yang terjadi di masyarakat dapat diminimalisir, baik pendidikan dengan jalur formal seperti sekolah atau pun nonformal seperti pesantren, atau memadukan keduanya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diarahkan kepada pembinaan dan pengembangan seluruh aspek kepribadian manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang kaafah (Djamari, 1995: 85).
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan memiliki nilai-nilai budaya dan agama yang sangat kaya, sudah selayaknya dikembangkan model pendidikan nilai yang mampu memperkokoh dan memperkuat jati diri bangsa Indonesia, lebih khusus lagi yang bersumber kepada nilai-nilai agama.
Nilai-nilai Agama akan mempengaruhi perilaku manusia. Perilaku manusia akan bermakna dan bernilai manakala manusia tersebut mampu menjauhi sifat rakus, tamak dan serakah dalam hidupnya. Seseorang tidak dibenarkan bersikap takabur dan ekstrim dalam mencapai tujuan hidupnya, karena manusia bukan yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup ini. Karena itu hidup ini harus dijalani dengan penuh kewajaran dan menghindari sikap ekstrim, walaupun untuk kebaikan sekalipun. Perbuatan baik harus dilakukan secara terus menerus tanpa selalu mengharapkan balas jasa atau pengakuan orang lain. Hal ini disadari jika manusia selalu memperhatikan sumber pengelola hidupnya berupa qalbu.
Pendidikan nasional memiliki tujuan yang begitu tinggi, dengan membentuk akhlak mulia serta bermanfaat bagi kehidupan dalam berbangsa dan beragama. Undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 bab 2 pasal 3 dengan jelas menyatakan: "Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab".
Dari uraian tujuan pendidikan di atas jelaslah bahwa pendidikan akhlak merupakan harapan yang ingin dicapai dalam proses membina generasi bangsa, termasuk pendidikan pesantren yang mendidik generasi bangsa dan agama. Manusia Indonesia seutuhnya (Insan Kamil) menurut Soejatmoko dalam Sauri (2006:4) merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan nasional, selanjutnya Soejatmoko mengatakan bahwa: "Manusia Indonesia seutuhnya merupakan perwujudan normatif atau citra ideal manusia Indonesia yakni kemajuan itu tidak hanya mengejar lahiriah atau batiniah melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya.
Pesantren merupakan sarana pendidikan Islam tradisional yang berfungsi dan bertujuan menjadi tempat syiar Islam. Tempat mendidik santri jadi ulama (orang berilmu) juga sebagai lembaga sosial kemasyarakatan yang berusaha memajukan status sosial keagamaan, pendidikan, kebudayaan bahkan perekonomian masyarakat sehingga pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang terbuka dan mau menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat secara terbuka pula.
Mastuhu (1994:21) mengatakan bahwa Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang bercirikan grass root people yang telah tumbuh dan berkembang di nusantara sejak 300-400 tahun yang lalu. Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pendidikan pesantren, menyelenggarakan pendidikan formal yang diberi nama “SMA KU (Sekolah Menengah Atas Khadimul Ummah)" dengan harapan terwujudnya manusia Indonesia yang seutuhya (Insan Kamil) yang dicita-citakan bersama.
Tuesday, 28 July 2015
Sejarah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment